|
UDIT MANAJEMEN GOING CONCERN DAN
MIKRO EKONOMI
Kata Pengantar
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat dan
hidayahnyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Persoalan
menyangkut audit manajemen going concern dan perkembangan
mikroekonomi dalam teori audit manajemen.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pak Hasanuddin, SE selaku dosen
mata kuliah Audit Manajemen
yang telah memberikan kami kesempatan untuk mengetahui lebih dalam mengenai
makalah ini.
Makalah
ini berisi uraian singkat mengenai
Going Concern dan Perkembangan Mikro Ekonomi yang
dapat dijadikan pegangan umum dan bahan bacaan singkat serta dapat membuka
wawasan pembacanya mengenai makalah ini.
Makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran yang bersifat
membangun diperlukan bagi penyempurnaannya. Penulis berharap Walau dengan
segala kekurangannya, makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para
pembaca untuk lebih memahami mengenai
pembiayaan jangka panjang.
Sekian dan terima kasih.
Makassar, 13
April 2013
Kelompok V
DAFTAR ISI
Halaman
Judul....................................................................................................... i
Kata
Pengantar...................................................................................................... ii
Daftar
Isi............................................................................................................... iii
BAB 1 : Pendahuluan ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 3
1.3 Tujuan ..................................................................................... 3
BAB 2 : Pembahasan........................................................................................ 4
2.1
Pengertian Going
Concern, Asumsi Going Concern,
dan Opini Audit Going Concern 4
2.1.1
Pengertian Going Concern ....................................................... 4
2.1.2 Asumsi Going Concern............................................................. 5
2.1.3 Opini Audit Going
Concern ..................................................... 10
2.2 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Perusahaan Menerima Opini Audit Going
Concern 13
2.3 Ekonomi Mikro ................................................................................ 16
BAB 3 : Penutup................................................................................................ 20
3.1 Kesimpulan................................................................................... 20
Daftar Pustaka.................................................................................................... 22
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Perusahaan merupakan sebuah entitas bisnis yang menjalankan usahanya dengan
tujuan memperoleh laba (profit oriented). Laba menjadi tolok ukur yang penting
atas efektivitas dan efisiensi, namun perolehan laba tidak menjamin perusahaan
mampu beroperasi dalam jangka panjang. Perusahaan diharapkan dapat beroperasi
dalam waktu cukup lama untuk merealisasikan proyek, komitmen, dan aktivitasnya
yang berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan dalil kelangsungan usaha (going
concern postulate) yang mengasumsikan bahwa entitas tidak diharapkan akan
dilikuidasi pada masa depan atau bahwa entitas akan berlanjut sampai periode
yang tidak dapat ditentukan.
Auditor mempunyai peranan penting dalam
menjembatani antara kepentingan investor sebagai pengguna laporan keuangan dan
kepentingan perusahaan sebagai penyedia laporan keuangan. Data perusahaan lebih
mudah di percaya oleh investor dan pemakai laporan keuangan lainnya apabila
laporan keuangan tersebut mencerminkan kinerja dan kondisi perusahaan dan telah
mendapat pernyataan wajar dari auditor. Pernyataan auditor diungkapkan melalui
opini audit. Dengan menggunakan laporan keuangan yang telah di audit, para
pemakai laporan keuangan dapat mengambil keputusan dengan benar sesuai dengan
kenyataan yang sesungguhnya.
Kelangsungan usaha selalu dihubungkan dengan kemampuan
manajemen dalam mengelola perusahaan. Ketika suatu perusahaan mengalami
permasalahan keuangan (financial distress),
kegiatan operasional akan terganggu. Hal itu akhirnya berdampak pada tingginya
risiko perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya pada masa
mendatang. Hal ini akan mempengaruhi opini audit yang diberikan oleh auditor.
Laporan audit dengan modifikasi mengenai going concern merupakan suatu indikasi
bahwa dalam penilaian auditor terdapat risiko audit tidak dapat bertahan dalam
bisnis. Pengungkapan opini audit going
concern merupakan hal yang tidak diharapkan oleh perusahaan karena akan
berdampak pada hilangnya kepercayaan publik terhadap citra perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kondisi keuangan,
pertumbuhan perusahaan, dan reputasi auditor pada pengungkapan opini audit going concern.
Kegagalan usaha dapat diakibatkan oleh faktor
keuangan atau faktor non-keuangan dan dapat berujung pada kegagalan usaha dan
kepailitan. Keberlangsungan hidup entitas bisnis dipengaruhi oleh kendala
internal dan eksternal. Kendala eksternal dapat berupa kendala di luar
perusahaan seperti pasar, kondisi moneter, sosial, politik dan lain-lain.
Sedangkan kendala internal adalah kendala di dalam perusahaan itu sendiri
seperti kondisi keuangan, sumber daya manusia, budaya perusahaan, penguasaan
teknologi, pengawasan internal dan lain-lain.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah didalam pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.
Apa Pengertian Going Concern,asumsi
going concern, dan Opini audit Going Concern?
2.
Apakah Faktor-Faktor Yang Menyebabkan
Perusahaan Menerima Opini Audit Going Concern?
3.
Apakah Ekonomi mikro itu?
1.3 Tujuan
Secara umum, makalah ini diharapkan
dapat memperluas wawasan pembaca dan menjadi referensi bagi pihak yang
berkepentingan sehingga diharapkan tidak hanya mengetahui tetapi juga memahami
arti going Concern dalam audit manajemen. Adapun secara khusus, makalah ini
bertujuan sebagai berikut.
1.
Dapat memahami pengertian dari Going
Concern,asumsi going concern, dan Opini audit Going Concern.
2.
Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Perusahaan Menerima
Opini Audit Going Concern.
3.
Ekonimi Mikro.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Going Concern, Asumsi Going Concern, dan Opini Audit Going Concern
2.1.1
Pengertian Going Concern
Going concern (kelangsungan hidup) adalah kelangsungan hidup
suatu badan usaha dan merupakan asumsi dalam pelaporan keuangan suatu entitas sehingga jika suatu entitas mengalami
kondisi yang sebaliknya, entitas tersebut menjadi bermasalah (Petronela, 2004).
Going concern disebut juga sebagai
continuitas yang merupakan asumsi akuntansi yang memperkirakan suatu bisnis
akan berlanjut dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Asumsi going concern berarti suatu badan usaha
dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang
dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu pendek.
Going concern
merupakan Kelangsungan hidup dan kegagalan perusahaan adalah dua sisi yang
saling bertolak belakang, ibarat sisi depan dan belakang sekeping uang logam.
Asumsi going concern digunakan apabila suatu perusahaan dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Namun, kemungkinan perusahaan mengalami
kegagalan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya selalu ada, apabila dengan
kondisi krisis ekonomi dan keuangan.
Going
concern merupakan salah satu asumsi
dasar yang dipakai dalam menyusun laporan keuangan. Asumsi ini mengharuskan
perusahaan secara operasional memiliki kemampuan mempertahankan kelangsungan
hidupnya dan akan melanjutkan usahanya pada masa depan. Oleh karena itu, suatu
perusahaan diasumsikan tidak bermaksud melikuidasi atau mengurangi secara
material skala usahanya (Ikatan Akuntan Indonesia, 2004). Kemampuan manajemen
dalam mengelola perusahaan sangat diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup
perusahaan. Jika perusahaan mengalami permasalahan keuangan (financial
distress), maka akan berpengaruh pada kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini
tentu akan mempengaruhi opini yang diberikan oleh auditor.
Pemberian status going
concern bukanlah suatu tugas yang mudah karena berkaitan erat dengan
reputasi auditor. Penghakiman terhadap akuntan publik sering dilakukan, baik
oleh masyarakat maupun pemerintah dengan melihat kondisi bangkrut tidaknya
perusahaan yang diaudit. Nasib akuntan publik sepertinya dipertaruhkan pada
kelangsungan usaha perusahaan kliennya (Marisi, 2006). Ini menunjukkan bahwa
reputasi auditor dipertaruhkan saat memberikan opini audit. Meskipun demikian, opini audit going concern harus
diungkapkan dengan harapan dapat segera mempercepat upaya penyelamatan
perusahaan yang bermasalah (Mirna dan Indira, 2007).
2.1.2 Asumsi Going Concern
Asumsi going concern adalah salah satu
asumsi yang dipakai dalam menyusun laporan keuangan suatu entitas ekonomi.
Asumsi ini mengharuskan entitas ekonomi secara operasional dan keuangan
memiliki kemampuan mempertahankan kelangsungan hidupnya atau going concern.
Keharusan untuk menyusun laporan keuangan
berdasarkan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di Indonesia diatur dalam
Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang ”Perseroan Terbatas” pasal 66 ayat 2
menyebutkan bahwa laporan keuangan harus disusun berdasarkan Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) yang diberlakukan oleh Ikatan akuntan Indonesia (IAI). Standar
Akuntansi Keuangan tersebut harus diaplikasikan dengan menggunakan
asumsi-asumsi yang ditetapkan dalam kerangka dasar penyusunan laporan
keuangan(Purba, 2009). Suatu informasi keuangan harus disajikan dengan
menggunakan asumsi-asumsi. Dalam ilmu ekonomi dikenal asumsi ceteris paribus
yakni asumsi yang menyatakan bahwa faktor-faktor lain yang memepengaruhi
permintaan akan suatu barang selain harga barang yang bersangkutan dianggap
tetap. Teori akuntansi keuangan juga menyebutkan bahwa laporan keuangan sebagai
suatu informasi harus disusun dengan menggunakan beberapa asumsi yang
mendasari. Asumsi yang dipergunakan dalam penyusunan laporan keuangan adalah
(Baridwan, 2007):
1.
Keberlangsungan Usaha (Going Concern)
Asumsi ini mengangap bahwa suatu perusahaan itu akan hidup terus, dalam
arti diharapkan tidak akan terjadi likuidasi dimasa yang akan datang.
Penekanan dari konsep ini adalah terhadap anggapan bahwa akan tersedia cukup waktu bagi
suatu perusahaan untuk menyelesaikan usaha, kontrak-kontrak dan
perjanjian-perjanjian. Oleh karena itu dibuat berbagai metode penilaian dan pengalokasian dalam
akuntansi yang didasarkan pada konsep ini. Sebagai contoh adalah prosedur
amortisasi dan depresiasi. Jadi bila tidak terdapat bukti yang cukup jelas bahwa suatu
perusahaan itu akan berhenti usahanya maka kesatuan usaha itu harus dipandang akan
hidup terus. Tetapi apabila terdapat bukti yang jelas bahwa suatu perusahaan itu
umurnya terbatas misalnya dalam hal joint venture, maka asumsi going concern ini
tidak lagi digunakan.
2.
Kesatuan Usaha (Economic Entity)
Didalam
asumsi ini, perusahaan dipandang sebagai suatu unit usaha yang berdiri sendiri terpisah dari pemiliknya atau dengan
kata lain perusahaan diasumsikan sebagai unit yang terpisah dari pemiliknya atau dari
kesatuan usaha yang lain. Untuk tujuan akuntansi, perusahaan dipisahkan dari
pemegang saham atau pemilik. Dengan asumsi seperti ini maka transaksi-transaksi
perusahaan dipisahkan dari transaksi-transaksi pemilik dan oleh karenanya maka semua
pencatatan dan laporan dibuat untuk perusahaan tadi.
3.
Penggunaan Unit Moneter (Monetary Unit)
Beberapa
transaksi yang terjadi dalam suatu perusahaan dapat dicatat dengan menggunakan ukuran unit fisik atau waktu
tetapi karena tidak semua transaksi itu bisa menggunakan ukuran unit fisik yang sama,
sehingga akan menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam pencatatan dan penyusunan laporan keuangan.
Untuk mengatasi masalah ini maka semua transaksi-transaksi yang terjadi akan
dinyatakan didalam catatan dalam bentuk unit moneter pada saat terjadinya transaksi
itu. Unit moneter yang digunakan adalah mata uang dari negara dimana perusahaan
itu berdiri.
4.
Periode Waktu (Time Period)
Kegiatan
perusahaan berjalan terus dari periode yang satu keperiode yang lain dengan volume dan laba yang berbeda. Masalah
yang timbul adalah pengakuan dan pengalokasian kedalam periode-periode tertentu dimana dibuat
laporan-laporan keuangan. Laporan-laporan keuangan ini harus dibuat tepat pada waktunya
agar berguna bagi manajemen dan kreditur. Oleh karena itu perlu dilakukan
alokasi keperiode-periode untuk transaksi-transaki yang mempengaruhi beberapa
periode.
Beberapa kondisi yang berujung pada
ketidakmampuan entitas bisnis mempertahankan kelangsungan hidupnya (going
concern) yakni:
1.
Keuangan
Kondisi
keuangan perusahaan merupakan kunci utama dalam melihat apakah perusahaan akan mampu mempertahankan
kelangsungan hidupnya atau tidak pada masa yang akan datang. Kondisi keuangan
mencerminkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat dan pelunasan
bunga pinjaman kepada kreditur.
2.
Moneter
Perekonomian
Indonesia tentu saja dipengaruhi oleh aspek yang satu ini, apalagi jika banyak bergantung kepada pinjaman luar negeri dan ekspor. Kendala moneter juga mempengaruhi ekonomi mikro apabila banyak
entitas bisnis memiliki pinjaman dalam mata uang asing.
a. Sosial
Kerawanan sosial dapat muncul sebagai dampak sampingan. Risiko
kerawanan sosial yang dapat timbul dan mempengaruhi entitas seperti tingkat
kriminalitas tinggi dan penyakit sosial lainnya.
b. Politik
Tidak bisa dipungkiri, sehat tidaknya iklim investasi pada suatu
negara tergantung pada situasi politik negara tersebut. Hal ini berkaitan
dengan realita bahwa entitas berada dibawah rezim yang berkuasa sebagai pihak
regualtor.
a. Pasar
Kemampuan perusahaan menguasai pasar adalah kunci keberhasilan
dalam menciptakan laba. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh berbagai kendala
seperti daya saing, regulasi, inovasi produk, jalur produksi, teknologi dan
lain-lain. Jika entitas bisnis kehilangan pangsa pasar bagi produk-produknya,
maka secara otomatis kemampuannya dalam menjaga kelangsungan hidup akan
menurun.
b. Teknologi
Penguasaan teknologi dapat dipastikan mempengaruhi kemampuan
perusasahaan
dalam menjaga kelangsungan hidupnya. Kemampuan perusahaan sebagai entitas
bisnis dalam memenangkan persaingan juga sangat dipengaruhi oleh penguasaan
teknologi.
2.1.3 Opini Audit Going Concern
Opini audit going
concern merupakan opini yang
dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Para pemakai laporan keuangan merasa bahwa pengeluaran
opini going concern ini sebagai prediksi kebangkrutan suatu perusahaan. Auditor
harus bertanggung jawab terhadap opini audit going concern yang di
keluarkannya, karena akan mempengaruhi keputusan para pemakai laporan keuangan.
Pengeluaran opini audit going concern
ini sangat berguna bagi para pemakai laporan keuangan untuk membuat keputusan
yang tepat dalam berinvestasi, karena ketika seorang investor akan melakukan
investasi ia perlu mengetahui kondisi laporan keuangan perusahaan, terutama
yang menyangkut tetntang kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Hal ini
membuat auditor mempunyai tanggung jawab yang besar untuk mengeluarkan opini
audit going concern yang konsisten
dengan keadaan sesungguhnya.
Auditor harus memiliki keberanian untuk mengungkapkan
permasalahan mengenai kelangsungan hidup (going
concern) perusahaan klien. Permasalahan going concern seharusnya diberikan
oleh auditor dan dimasukkan dalam opini auditnya pada saat opini audit itu
diterbitkan.
Para pemakai laporan keuangan merasa bahwa
pengeluaran opini audit going concern ini sebagai prediksi kebangkrutan
perusahaan (Santosa dan Wedari, 2007). Opini audit going concern merupakan
audit report dengan modifikasi mengenai going concern mengindikasikan
bahwa dalam penilaian auditor terdapat risiko perusahaan tidak dapat bertahan
dalam bisnis (Komalasari, 2007). Auditor harus mempertimbangkan hasil dari
operasi, kondisi ekonomi yang empengaruhi
perusahaan, kemampuan pembayaran utang, dan kebutuhan likuiditas di masa yang
akan datang (Lenard et.al., 1998).
Auditor bertanggung jawab mengevaluasi apakah
terdapat kesangsian besar terhdapa kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Auditor dapat mengidentifikasi informasi mengenai
kondisi atau peristiwa tertentu yang menunjukkan adanya kesangsian besar
tentang kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam
jangka waktu pantas, yaitu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan
keuangan yang sedang diaudit (IAI, 2001:seksi 341). Contoh kondisi dan
peristiwa tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Trend negatif, sebagai contoh, kerugian operasi yang berulang terjadi,
kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio keuangan
penting yang jelek.
2.
Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan, sebagai contoh,
kegagalan dalam memenuhi kewajiban atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran
deviden,penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit
biasa, restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode
pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar aktiva.
3.
Masalah intern, sebagai contoh,
pemogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses
proyek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk
secara signifikan memperbaiki operasi.
4.
Masalah luar yang telah terjadi sebagai contoh, pengaduan gugatan
pengadilan, keluarnya undang-undang atau masalah-masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk
beroperasi, kehilangan franchise, lisensi atau paten penting, kehilangan pelanggan atau
pemasok utama, kerugian akibat bencana besar, seperti gempa bumi, banjir, kekeringan yang tidak
diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertanggungan yang tidak memadai.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
seksi 341 (IAI, 2001), memberikan pedoman kepada auditor tentang dampak
kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap
opini auditor sebagai berikut:
1.
Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kemampuan satuan
usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, ia
harus:
a.
Memperoleh informasi mengenai
rencana manajemen yang ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa
tersebut.
b.
Menetapkan kemungkinan bahwa
rencana tersebut secara efektif dilaksanakan.
2.
Jika manajemen tidak memiliki rencana untuk mengurangi dampak negatif
kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, auditor
mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat.
3.
Jika manajemen memiliki rencana tersebut, langkah selanjutnya yang harus
dilakukan oleh auditor adalah menyimpulkan efektivitas rencana tersebut.
a.
Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut tidak efektif, auditor
menyatakan tidak memberikan pendapat.
b.
Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien mengungkapkan secara memadai, maka auditor
akan memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas mengenai kemampuan satuan
usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
c.
Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi klien
tidak mengungkapkan secara memadai, maka auditor memberikan pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak
wajar.
2.2 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Perusahaan Menerima Opini
Audit Going Concern
1. Model Prediksi kebangkrutan
Krishnan (1994), menyatakan bahwa
auditor lebih cendrung untuk mengeluarkan opini audit going concern ketika
kemungkinan kebangkrutan berada diatas 28 persen dengan menggunakan model
prediksi Zmijweski. Carcello dan Neal (2000), menyatakan bahwa semakin buruk
kondisi keuangan perusahaan maka semakin besar probabilitas perusahaan menerima
opini going concern. Dengan menggunakan model prediksi Z score Altman,
hasil penelitian Ramadhany (2004) selaras dengan penelitian McKweon, dan Carcelo
dan Neal. Setyarno dkk(2006), juga berhasil membuktikan bahwa model prediksi kebangkrutan
Altman berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern. Hasil yang sama
juga diperoleh Rudyawan dan Badera (2009), yang menyatakan bahwa model prediksi
kebangkrutan Altman berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern.
2. Reputasi Auditor
Mutchler et.el (1997),
menemukan bahwa auditor big six sebagai proksi reputasi auditor lebih
cendrung menerbitkan opini going concern pada perusahaan yang mengalami financial
distress dibandingkan auditor non big six.
3. Opini Audit Tahun Sebelumnya
Opini audit going concern tahun
sebelumnya akan menjadi faktor pertimbangan penting auditor untuk mengeluarkan
kembali opini audit going concern pada tahun berikutnya. Apabila auditor
menerbitkan opini audit going concern tahun sebelumnya maka akan semakin
besar kemungkinan perusahaan akan menerima kembali opini audit goingconcern pada
tahun berjalan ( Mutchler, 1984). Ramadhany (2004) dan Setyarno et.al (2006)
dalam Cahyadi (2009) menunjukkan hasil bahwa variabel opini audit tahun sebelumnya
berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern.
4. Audit Lag
Audit Lag didefinisikan sebagai
jumlah hari antara akhir periode akuntansi sampai dikeluarkannya laporan audit
(Cahyadi,2009). Penelitian menunjukkan bahwa auditor sering memberikan opini going
concern ketika laporan audit tertunda lebih lama (McKeown et al,
1991; Louwers, 1998). Lennox (2002), menyatakan beberapa kemungkinan untuk menjelaskan
hal ini. Pertama, auditor mungkin saja menemukan beberapa pengujian audit tambahan.
Kedua, auditor mungkin saja menguji ulang beberapa pengujian jika menemui permasalahan
tentang going concern perusahaan. Ketiga, manajer dan audit mungkin
telah melakukan diskusi pendahuluan ketika terdapat ketidakpastian mengenai going
concern perusahaan.
5. Pertumbuhan Perusahaan
Laba yang tinggi pada umumnya
menandakan arus kas yang tinggi (Weston dan Bringham, 1993). Perusahaan yang
mempunyai pertumbuhan laba yang tinggi cendrung memiliki laporan sewajarnya,
sehingga potensi untuk mendapatkan opini non going concern akan lebih
besar. Altman (1968) dalam Petronela (2004) mengemukakan bahwa perusahaan
dengan negative gowth mengindikasikan kecendrungan yang lebih besar kearah
kebangkrutan sehingga perusahaan yang laba tidak akan mengalami kebangkrutan.
Karena kebangkrutan merupakan salah satu dasar bagi auditor untukmemberikan
opini audit going concern maka perusahaan yang mengalami pertumbuhan perusahaan
yang negatif akan makin tinggi kecendrungan untuk menerima opini going concern.
6. Ukuran Perusahaan
McKeown et.al (1991) mengatakan
bahwa perusahaan besar lebih banyak
menawarkan fee audit tinggi daripada yang ditawarkan oleh
perusahaan kecil. Dalam kaitannya mengenau kehilangan fee audit yang signifikan
tersebut, sehingga auditor mungkin ragu untuk mengeluarkan opini audit going
concern pada perusahaan besar. Mutchler (1985) menyatakan bahwa audiot
lebih sering mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan
kecil, karena auditor mempercayai bahwa perusahaan besar dapat menyelesaikan
kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapinya dari pada perusahaan kecil.
Mutchler et al (1997) dalam penelitian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
laporan audit perusahaan yang gulung tikar. Memberikan bukti empiris bahwa ada
hubungan negatif antara ukuran perusahaan dengan penerimaan opini audit going
concern.
2.3 Ekonomi Mikro
Ilmu ekonomi mikro (sering juga ditulis mikroekonomi) adalah cabang dari ilmu ekonomi yang mempelajari perilaku konsumen dan
perusahaan serta penentuan harga-harga pasar dan kuantitas faktor input,
barang, dan jasa yang diperjualbelikan. Ekonomi mikro meneliti bagaimana berbagai
keputusan dan perilaku tersebut mempengaru atas barang dan jasa, yang
akan menentukan harga; dan bagaimana harga, pada gilirannya, menentukan
penawaran dan permintaan barang dan jasa selanjutnya. Individu yang melakukan
kombinasi konsumsi atau produksi secara optimal, bersama-sama individu lainnya
di pasar, akan membentuk suatu keseimbangan dalam skala makro; dengan asumsi
bahwa semua hal lain tetap sama.
Kondisi keuangan perusahaan merupakan suatu tampilan atau keadaan secara
utuh atas keuangan perusahaan selama periode/kurun waktu tertentu. Kondisi
keuangan perusahaan merupakan tingkat kesehatan perusahaan sesungguhnya.
Masalah going concern banyak ditemukan pada perusahaan yang sakit (Alexander,
2004). McKeown dkk. (1991) menyatakan bahwa semakin buruk kondisi perusahaan
maka akan semakin besar kemungkinan pengungkapan opini audit going concern,
begitu pula sebaliknya.
Penelitian Carcello dan Neal (2000) mengenai komposisi komite audit dan
laporan auditor menyatakan bahwa semakin buruk kondisi keuangan perusahaan maka
akan semakin besar peluang pengungkapan opini
audit going concern oleh auditor. Temuan tersebut selaras dengan
penelitian Margaretta dan Sylvia (2005), Eko dkk. (2006), serta Arga dan Linda
(2007) yang menunjukkan bahwa model prediksi kebangkrutan sebagai proksi dari
kondisi keuangan perusahaan berpengaruh pada kemungkinan pengungkapan opini audit going concern.
Berdasarkan landasan teori tersebut, maka dapat disusun hipotesis sebagai
berikut.
H1: kondisi keuangan
berpengaruh pada pengungkapan opini audit
going concern.
Pertumbuhan perusahaan adalah dampak atas arus dana perusahaan dari
perubahan operasional yang disebabkan oleh pertambahan atau penurunan volume
usaha (Helfert, 1997 dalam Amran, 2010). Pertumbuhan perusahaan mengindikasikan
kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. Dalam
penelitian ini, pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan rasio pertumbuhan
penjualan. Penjualan merupakan kegiatan operasi utama auditee.
Rasio pertumbuhan penjualan mengukur seberapa baik perusahaan
mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industri maupun dalam kegiatan
ekonomi secara keseluruhan (Weston dan Copeland, 1992 dalam Eko dkk., 2006).
Perusahaan dengan pertumbuhan baik akan mampu meningkatkan volume penjualannya
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Rasio pertumbuhan penjualan yang
positif menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan posisi ekonominya
sehingga memberikan peluang kepada perusahaan dalam meningkatkan laba dan
mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Penelitian Donny (2007), Yunia
(2009), dan Widya (2010) menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh
pada pengungkapan opini audit going
concern.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab terdahulu, hal-hal yang dapat
disimpulkan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Going
concern (kelangsungan
hidup) adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha dan merupakan asumsi dalam
pelaporan keuangan suatu entitas
sehingga jika suatu entitas mengalami kondisi yang sebaliknya, entitas tersebut
menjadi bermasalah (Petronela, 2004). Going
concern disebut juga sebagai continuitas yang merupakan asumsi akuntansi
yang memperkirakan suatu bisnis akan berlanjut dalam jangka waktu yang tidak
terbatas. Asumsi going concern
berarti suatu badan usaha dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya
dalam jangka waktu panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu
pendek.
2. Berdasarkan uraian sebelumnya yang menyatakan bahwa opini audit going
concern merupakan opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf
penjelas mengena keberlangsungan usaha atau
going concern suatu entitas. Di tambahkannya paragraph penjelas
tersebut desebabkan oleh adanya kesangsian auditor akan kelangsungan hidup suatu
entitas karena terjadi hal-hal seperti trend negatif atas arus kas, laba dan
modal, terjadi masalah intern seperti pemogokan karyawan, kesulitan
keuangan serta terjadi masalah
ektern seperti bencana alam. Beberapa faktor yang menyebabkan perusahaan menerima
opini audit going concern diantaranya yang berasal dari faktor internal
yakni prediksi kebangkrutan, ukuran perusahaan dan pertumbuhan
perusahaan dan opini yang diterima
tahun sebelumnya. Sedangkan faktor eksternal adalah reputasi auditor dan audit Lag. Untuk
faktor pertumbuhan perusahaan dan reputasi auditor selain temuan yang menyatakan
bahwa faktor tersebut berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern terdapat
pula temuan yang menyatakan sebaliknya. Hal tersebut merupakan peluang
bagi pihak yang berminat untuk menguji lebih lanjut pengaruh antara pertumbuhan
perusahaan dan reputasi auditor terhadap penerimaan opini audit going concern.
3. Salah satu tujuan ekonomi mikro adalah
menganalisis pasar beserta mekanismenya yang membentuk harga relatif kepada
produk dan jasa, dan alokasi dari sumber terbatas di antara banyak penggunaan
alternatif. Ekonomi mikro menganalisis kegagalan pasar, yaitu ketika pasar gagal dalam memproduksi hasil yang efisien; serta
menjelaskan berbagai kondisi teoritis yang dibutuhkan bagi suatu pasar
persaingan sempurna.
DAFTAR
PUSTAKA
Baridwan, Zaki. 2007. Intermediate
Accounting .Edisi Tujuh. Yogyakarta: BPFE.
Cahyadi Putra, I Gede. 2009. Opini Going
Concern, Model Prediksi ebangkrutan dan Auditor Independen. Usulan Penelitian Tesis
Program Pasca Sarjana Magister
Akuntansi Universitas Udayana.
Carcello, J.V dan T.L. Neal. 2000. Audit Committee
Characteristics and Auditor Dismissals following “New” Going Concern Reports., The Accounting Review.,
Vol 78, No. 1, January 2000, 95-117.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar
Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Abdul Halim. 2003.
Auditing (Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan) Jilid 1. Edisi Ketiga.
Yogyakarta: UPP Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.
Geiger, Marshall A.
dan Dasaratha V. Rama. 2006. “Audit Firm Size and Going Concern Reporting
Accuracy”. Accounting Horizons, 20(1): pp: 1-16.
Gunawan Sumodiningrat.
2007. Ekonometrika Pengantar. Yogyakarta: BPFE.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar