BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsep kewajiban menyatakan bahwa walaupun
kontrak telah ditanda tangani, salah satu pihak tidak mempunyai kewajiban
apapun sebelum pihak lain memenuhi apa yang menjadi hak pihak lain. Jadi,
konsep hak – kewajiban tak bersyarat menyatakan ”secara teknis, konsep ini
diartikan bahwa hak atau kewajiban timbul bila salah satu pihak telah berbuat
sesuatu”. Kontrak – kontrak semacam ini dikenal dengan nama kontrak saling
mengimbangi tak bersyarat atau kontrak eksekutori .
Akuntansi yang dipraktikkan dalam suatu negara
sebenarnya tidak terjadi begitu saja secara ilmiah namun praktik yang
dijalankan dirancang dan dikembangkan secara sengaja untuk mencapai tujuan
sosial tertentu. Dan praktik akuntansi dipengaruhi oleh faktor lingkungan
( sosial, ekonomi, politis ).Karena
itu, struktur dan praktik akuntansi akan berbeda antara negara yang
satu dengan yang lainnya (perbedaan
muncul dikarenakan struktur dan praktik tersebut disesuaikan dengan kondisi
negara, tempat dimana akuntansi tersebut dijalankan).
Dalam bab ini teori akuntansi akan membahas konsep
kewajiban dalam praktik
akuntansi. Praktik yang baik dan maju tidak akan dapat dicapai tanpa suatu landasan teori yang baik. Karena itu praktik
dan profesi harus dikembangkan atas dasar penalaran.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kewajiban
FASB mendefinisikan kewajiban dalam
rerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC No. 6, prg. 35): Liabilities are
probable future sacrifice of economic benefits arising from present obligations
of a particular entity to transfer assets or provide services to other entities
in the future as a result of past transactions events.
(Kewajiban adalah pengorbanan
manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang timbul dari keharusan
sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer aset atau menyediakan/menyerahkan
jasa kepada kesatuan lain di masa datang sebagai akibat transaksi atau kejadian
masa lalu)
Dengan makna yang sama, IASC
mendefinisi kewajiban sebagai berikut: A liability is a present obligation of
the enterprise arising from past events, the settlement of which is expected to
result in an outflow from the enterprise resources embodying economic benefit.
Dalam Statement of Accounting
Concepts No. 4, Australian Accounting Standard Board (AASB) mendefinisikan
kewajiban sebagai berikut (prg. 12): Liabilities are the future sacrifice of
service potential or future economic benefits that the entity is presently
obliged to make to other entities as a result of past transaction or other past
events.
Seperti dalam mendefinisikan aset,
APB No. 4 mendefinisikan kewajiban dengan menggabungkan makna, pengukuran, dan
pengakuan sebagai berikut (prg. 132): Liabilities – economic obligations of an
enterprise that are recognized and measured in conformity with generally
accepted accounting principles. Liabilities also include certain deferred
credits that are not obligations but that are recognized and measured in comformity
with generally accepted accounting principles.
Definisi FASB digunakan sebagai
basis pembahasan karena definisi tersebut cukup lengkap secara sistematik.
Artinya definisi tersebut telah mencakupi berbagai gagasan atau kata kunci yang
terkandung dalam beberapa definisi kewajiban oleh sumber-sumber lain. Definisi
IASC dan AASB secara substantif tidak berbeda dengan definisi FASB. APB No. 4
mendefinisi kewajiban dalam dua kata kunci yaitu economic obligations yang
dihubungkan dengan generally accepted accounting principles (GAAP). Ini berarti
bahwa APB menggabungkan pengertian kewajiban sekaligus menetapkan kriteria
pengakuan dan pengukuran. Dengan demikian, pengertian kewajiban menjadi tidak
lengkap tanpa memahami pengertian GAAP sehingga secara semantik definisi APB
kurang lengkap dan kurang bersifat umum. Jadi, definisi APB lebih bersifat
structural daripada semantik. Hal ini berbeda daripada AASB yang memisahkan
antara pengertian (yang cukup luas dan lengkap) dan prosedur pengukuran dan
pengakuan. Berbeda dengan definisi-definisi yang lain, APB memasukkan pos-pos
tertentu yang bukan keharusan (not obligations) untuk mengorbankan sumber
ekonomik sebagai bagian dari kewajiban. Pos-pos ini secara umum disebut kredit
tangguhan misalnya pos pendapatan sewa takterhak (unearned rent revenues). Dengan
berbagai variasi di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa kewajiban mempunyai
tiga karakteristik utama yaitu: (a) pengorbanan manfaat ekonomik masa datang,
(b) keharusan sekarang untuk mentransfer aset, dan (c) timbul akibat transaksi
masa lalu. Seperti aset, karakteristik (a) merupakan kriteria utama dan lebih
memuat aspek sematik sedangkan kriteria (b) dan (c) lebih memuat aspek
struktural pengakuan.
2.2 karakteristik kewajiban utama
A. Pengorbanan Manfaat Ekonomik
Untuk dapat disebut sebagai
kewajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas (duty) atau tanggung jawab
(responsibility) kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan usaha untuk
melunasi, menunaikan, atau melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik
yang cukup pasti di masa datang. Pengorbanan manfaat ekonomik diwujudkan dalam
bentuk transfer atau penggunaan aset kesatuan usaha. Cukup pasti di masa datang
mengandung makna bahwa jumlah rupiah pengorbanan dapat ditentukan dengan layak.
Demikian juga, saat pengorbanan manfaat ekonomik dapat ditentukan atas dasar
kejadian tertentu atau atas permintaan pihak lain (on demand).
B.
Keharusan
Sekarang
Untuk dapat disebut sebagai
kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa datang harus timbul akibat keharusan
(obligations atau duties) sekarang. Pengertian ”sekarang” (present) dalam hal
ini mengacu pada dua hal: waktu dan adanya. Waktu yang dimaksud adalah tanggal
pelaporan (neraca). Artinya, pada tanggal neraca kalau perlu atau kalau
dipaksakan (secara yuridis, etis, atau rasional) pengorbanan sumber ekonomik
harus dipenuhi karena keharusan untuk itu telah ada. Tentu saja jumlah rupiah
pengorbanan yang dipaksakan pada tanggal neraca tidak akan sebesar jumlah
rupiah yang akan dibayar di masa yang akan datang (setelah tanggal neraca).
Perbedaan ini terjadi akibat sifat yang melekat pada kewajiban yaitu bunga yang
bermakna sebagai nilai waktu uang atau harga penundaan (the time value of money
or the price of delay).
v Keharusan
terdiri dari:
v Keharusan
Kontraktual adalah keharusan yang timbul akibat perjanjian atau peraturan hukum
yang di dalamnya kewajiban bagi suatu kesatuan usaha dinyatakan secara
eksplisit atau implisit dan mengikat. Kewajiban ini muncul karena aspek hukum
sebagai lingkungan eksternal yang tidak dapat dihindari (unavoidable) dan yang
dapat memaksakan secara hukum untuk memenuhinya (legally enforceable).
Penghindaran kewajiban dari keharusan kontraktual menimbulkan sanksi atau
hukuman (penalty).
v Keharusan
Konstruktif adalah keharusan yang timbul akibat kebijakan kesatuan usaha dalam
rangka menjalankan atau memajukan usahanya untuk memenuhi apa yang disebut
praktik usaha yang baik (best business practices) atau etika bisnis (business
ethics) dan bukan untuk memenuhi kewajiban yuridis.
v Keharusan demi
keadilan adalah keharusan yang ada sekarang yang menimbulkan kewajiban bagi
perusahaan semata-mata karena panggilan etis atau moral daripada karena
peraturan hukum atau praktik bisnis yang sehat. Keharusan ini muncul dari tugas
(duties) kepada pihak lain untuk melaksanakan sesuatu yang dipandang wajar, dan
benar menurut hati nurani (conscience) dan rasa keadilan (sense of justice).
Tidak ada sanksi hukum untuk tidak memenuhi keharusan ini tetapi kewajiban ini
mengikat lantaran sanksi sosial atau moral.
v Keharusan
bergantung atau bersyarat adalah keharusan yang pemenuhannya (jumlah rupiahnya
atau jadi-tidaknya dipenuhi) tidak pasti karena bergantung pada kejadian masa
datang atau terpenuhinya syarat-syarat tertentu di masa datang.
Kebergantungan (contingency) adalah
suatu kondisi, situasi, atau serangkaian keadaan yang melibatkan ketidakpastian
(uncertainty) yang menyangkut laba (gain contingency) atau rugi (loss
contingency) yang mungkin terjadi. Munculan (outcome) yang harus dikonfirmasi
dengan kejadian atau syarat masa datang untuk kedua kebergantungan tersebut
adalah:
1. Yang
berkaitan dengan kebergantungan laba.
2. Yang
berkaitan dengan kebergantungan rugi.
a.
Cukup pasti (probable)
b.
Agak pasti (reasonably possible)
c.
Jauh dari pasti
(remote)
C.
Akibat
Transaksi atau Kejadian Masa Lalu
Transaksi masa lalu yang dimaksud di
sini adalah transaksi yang menimbulkan keharusan sekarang telah terjadi.
Sebagai contoh, karena perusahaan mendapat pinjaman bank (dengan kontrak),
keharusan sekarang berupa keharusan kontraktual timbul pada akhir perioda
akuntansi (berupa pokok pinjaman dan bunga) yang menuntut pengorbanan sumber
ekonomik masa datang (suatu saat setelah akhir perioda tersebut). Dalam hal
ini, penandatanganan kontrak merupakan peristiwa yang telah terjadi yang menimbulkan
keharusan. Akan tetapi, tidak semua penandatanganan kontrak dengan sendirinya
menimbulkan keharusan. Sebelum salah satu pihak melaksanakan (to perform) apa
yang diperjanjikan, kontrak akan bersifat eksekutori.
2.3 Hak-Kewajiban Tak Bersyarat
Konsep ini menyatakan ”tidak ada hak
tanpa kewajiban dan sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak”. Secara teknis,
konsep ini diartikan bahwa hak atau kewajiban timbul bila salah satu pihak
telah berbuat sesuatu (to perform). Kontrak-kontrak semacam ini dikenal dengan nama
kontrak saling-mengimbangi takbersyarat (unconditionally offsetting contracts)
atau kontrak eksekutori (executory contracts). Transaksi atau kejadian yang
dapat dijadikan dasar untuk menandai pengakuan hak dan kewajiban dalam suatu
kontrak menurut Most (1982, hlm. 352):
1. Tanggal
kontrak ditandatangani.
2. Tanggal
objek kontrak telah diperoleh salah satu pihak.
3. Tanggal
objek kontrak telah siap digunakan oleh salah satu pihak.
4. Tanggal
objek kontrak telah dipisahkan untuk digunakan oleh pihak lain.
5. Tanggal
objek kontrak telah diserahkan.
6. Tanggal
telah diterima/dibayarnya uang muka, kalau ada.
7. Dalam kasus
kontrak kontruksi jangka panjang:
a.
Suatu titik selama konstruksi berjalan.
b.
Pada saat kontruksi dimulai.
Saat penentuan transaksi masa lampau
perlu dipertimbangkan dengan saksama dengan memperhatikan kondisi yang
melingkupi suatu kontrak. Most mengemukakan hal yang harus dipertimbangkan
untuk memilih saat yang tepat yaitu:
a. Pemenuhan
definisi aset dan kewajiban.
b. Berkekuatan
mengikat (firmness of the commitment) yaitu seberapa kuat bahwa pelaksanaan kontrak tidak dapat dibatalkan.
c. Kebermanfaatan
bagi keputusan.
2.4 Karakteristik Pendukung Kewajiban
FASB menyebutkan beberapa karakteristik pendukung selain
karakteristik yang tersebut di atas, yaitu :
1. Keharusan
membayar kas
Pelunasan
kewajiban pada umumnya dilakukan dengan pembayaran kas. Keharusan membayar kas
pada waktu dan jumlah rupiah tertentu di masa datang merupakan petunjuk yang
kuat atau jelas mengenai adanya kewajiban. Akan tetapi, untuk menjadi kewajiban, penyerahan aset (
kas ) bukan satu – satunya kriteria tetapi meliputi pula penyerahan jasa.
Esensi kewajiban lebih terletak pada pengorbanan manfaat ekonomik masa datang
dari pada terjadinya pengeluaran kas.
2. Identitas
terbayar jelas
Jika
identitas terbayar sudah jelas, maka hal tersebut hanya sekedar menguatkan
bahwa kewajiban memang ada tetapi untuk menjadi kewajiban identitas terbayar
tidak harus dapat ditentukan pada saat keharusan terjadi.
Jadi yang penting adalah bahwa keharusan sekarang pengorbanan
sumber ekonomik di masa datang telah ada dan bukan siapa yang harus dilunasi
atau dibayar.
3. Berkekuatan
hukum
Memang pada umumnya, keharusan suatu entitas
untuk mengorbankan manfaat ekonomik timbul akibat klaim yuridis (legal claims)
yang mempunyai kekuatan memaksa. Adanya daya paksa yuridis hanya menunjukkan
bahwa kewajiban tersebut memang ada dan dapat dibuktikan secara yuridis
material. Meskipun demikian, daya paksa yang melekat pada klaim-klaim hukum
bukan merupakan syarat mutlak untuk mengakui adanya kewajiban. Keharusan
melakukan pengorbanan manfaat ekonomik masa datang tidak harus timbul dari
desakan pihak eksternal tetapi dari minat atau kebijakan internal manajemen.
Itulah sebabnya kewajiban mencakupi pengorbanan sumber ekonomik masa depan yang
timbul akibat keharusan konstraktif dan demi keadilan.
2.5 Pengakuan, Pengukuran, dan Penilaian
Kalau aset yang direpresentasi oleh
kos mengalami tiga tahap perlakuan (pemerolehan, pengolahan, dan penyerahan),
kewajiban sebenarnya juga mengalami tiga tahap perlakuan yaitu: penangguhan
(pengakuan terjadinya), penelusuran, dan pelunasan (penyelesaian). Dalam hal
kewajiban, penelusuran berarti penentuan status dan jumlah rupiah (kos)
kewajiban setiap saat. Penentuan kos setiap saat (termasuk pada tanggal neraca)
dapat disebut dengan penilaian kewajiban. Begitu terjadi dan dicatat atau
diakui, kewajiban akan tetap menjadi kewajiban sampai kesatuan usaha
menyelesaikannya, atau sampai adanya transaksi atau kejadian yang
membatalkannya atau yang membebaskan kesatuan usaha dari keharusan untuk
melunasinya.
A.
Pengakuan
Pada prinsipnya, kewajiban diakui pada saat
keharusan telah mengikat akibat transaksi yang sebelumnya telah terjadi.
Mengikatnya suatu keharusan harus di evaluasi atas dasar kaidah pengakuan.
Kam mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban
yaitu:
1. Ketersediaan
dasar hukum
Ketersediaan dasar hukum yang menimbulkan daya
paksa hanya merupakan karakteristik pendukung definisi kewajiban. Jadi, kaidah
ini tidak mutlak sehingga kewajiban juga dapat diakui bila terdapat bukti
substantif adanya keharusan konstruktif atau demi keadilan.
2. Keterterapan
konsep dasar konservatisma
Kaidah ini
merupakan penjabaran teknis kriteria keterandalan. Keadaan-keadaan tertentu
yang menjadikan konsep konservatisma terterapkan dapat memicu pengakuan
kewajiban. Implikasi dianutnya konsep konservatisma adalah rugi dapat segera
diakui tetapi tidak demikian dengan untung.
3. Ketertentuan
substansi ekonomik transaksi
Substansi
suatu transaksi dapat memicu pencatatan seluruh kewajiban yang timbul ketika
transaksi terjadi meskipun secara yuridis/kontraktual kewajiban baru akan
mengikat secara berkala pada saat keharusan sekarang timbul. Kaidah ini
berkaitan dengan masalah relevansi informasi.
4. Keterukuran
nilai kewajiban
Keterukuran
merupakan salah satu syarat untuk mencapai kualitas keterandalan informasi.
Oleh karena itu, adanya kepastian mengenai jumlah rupiah dapat memicu diakuinya
suatu kewajiban. Jika pengukuran suatu pos kewajiban bersifat sangat subjektif
dan arbitrer, pada umumnya pos tersebut tidak diakui.
Definisi kewajiban mengandung kata
cukup pasti (probable) yang mengacu tidak hanya pada terjadinya pengorbanan
sumber ekonomik masa datang tetapi juga pada jumlah rupiahnya.
Yang menjadi masalah teknis adalah
kapan keempat kaidah di atas dipenuhi. Hendriksen dan van Breda menunjukkan
saat-saat untuk mengakui kewajiban yaitu:
- Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban telah mengikat. Dalam hak kontrak eksekutori, pengakuan menunggu sampai salah satu pihak memanfaatkan / menguasai manfaat yang diperjanjikan atau memenuhi kewajibannya.
- Bersamaan dengan pengakuan biaya jika barang dan jasa yang menjadi biaya belum dicatat sebagai aset sebelumnya.
- Bersamaan dengan pengakuan aset. Kewajiban timbul ketika hak untuk menggunakan barang dan jasa diperoleh.
- Pada akhir perioda karena penggunaan asas akrual melalui proses penyesuaian. Pengakuan ini menimbulkan pos utang atau kewajiban akruan.
Keempat kaidah tersebut di atas sebagai bukti teknis dan
ketentuan saat pencatatan pada umumnya mudah diidentifikasi dan diterapkan
untuk keharusan kontraktual, konstruktif, dan demi keadilan.
Pengakuan Kewajiban Bergantung FASB
memberi contoh keadaan-keadaan kebergantungan rugi (loss contingencies) yang
berpotensi memicu pengakuan kewajiban sebagai berikut (SFAC No. 5, prg. 4):
1. Ketertagihan
piutang usaha.
2. Keharusan
berkaitan dengan jaminan produk dan kerusakan produk.
3. Risiko rugi
atau kerusakan properitas (fasilitas) kesatuan usaha akibat kebakaran, ledakan,
dan bahaya lainnya.
4. Ancaman
pengambilalihan aset oleh pemerintah.
5. Persengketaan
yang memberatkan atau menunggu keputusan.
6. Klaim atau
pungutan yang telah diajukan/dikenakan atau yang mungkin (possible) terjadi.
7. Risiko rugi
akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan asuransi kerugian dan kecelakaan
dan perusahaan reasuransi.
8. Jaminan atas
utang pihak lain.
9. Perjanjian
untuk membeli kembali piutang atau aset yang terkait yang telah dijual.
B.
Pengukuran
Pengukuran yang paling objektif
untuk menentukan kos kewajiban pada saat terjadinya adalah penghargaan
sepakatan (measured considerations) dalam transaksi-transaksi tersebut dan
bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa datang. Hal ini berlaku khususnya
untuk kewajiban jangka panjang.
Untuk kewajiban jangka pendek, kos
penundaan dianggap tidak cukup material sehingga jumlah rupiah kewajiban yang
diakui akan sama dengan jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik (kas) masa
datang. Dengan kata lain, untuk kewajiban jangka pendek, kos pendanaan
(financing cost) atau kos penundaan (bunga sebagai nilai waktu uang) dianggap
tidak material.
Penghargaan sepakatan suatu
kewajiban merefleksi nilai setara tunai atau nilai sekarang (current value)
kewajiban yaitu jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik seandainya kewajiban
dilunasi pada saat terjadinya:
v Kewajiban
Dalam Pembelian Kredit
Dasar pengukuran aset yang paling
objektif adalah kos tunai (cash cost) atau kos tunai implisit (implied cash
cost). Karena kewajiban merupakan bayangan cermin asset, pengukuran juga
mengikuti pengukuran asset.
v Diskon dan
Premium Utang Obligasi
Nilai nominal atau jatuh tempo utang
obligasi sering dianggap sebagai jumlah rupiah kesepakatan pada saat penerbitan
obligasi baik bagi penerbit maupun kreditor. Dasar pengukuran demikian
sebenarnya tidak tepat. Untuk suatu kontrak utang dengan ketentuan pembayaran
bunga periodik dan pokok pinjaman pada akhir jangka kontrak, pengukuran jumlah
rupiah (kos) utang dan aset untuk dasar pencatatan pertama kali yang tepat
adalah kos tunai implisit.
v Makna Harga
Efektif Obligasi
Selisih nominal dengan penghargaan
sepakatan merupakan diskun obligasi. Bagi penerbit obligasi, perhitungan biaya
bunga menjadi tidak lengkap (tepat) apabila tidak memperhatikan perhitungan
bunga periodik dan akumulasi diskun. Jumlah rupiah utang obligasi tiap saat
(keharusan saat itu) sebelum jatuh tempo akan terlalu besar apabila dinyatakan
sebesar nominalnya.
v Diskon
Obligasi
Diskon utang obligasi pada waktu
penerbitan adalah suatu jumlah rupiah debit yang menunjukkan biaya bunga yang
harus dibayar pada tanggal jatuh tempo. Dengan demikian, diskun tersebut harus
dilaporkan dalam neraca sebagai pengurang nilai nominal (jatuh tempo) utang
obligasi.
v Premium
Obligasi
Mengartikan premium obligasi sebagai
“pendapatan tangguhan” (deferred income) jelas tidak tepat karena secara
konseptual pendapatan atau laba tidak timbul dari proses pemerolehan utang.
Ø Kewajiban Moneter dan Nonmoneter
ü Kewajiban
moneter adalah kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa datangnya berupa
kas dengan jumlah rupiah dan saat yang pasti (baik jumlah tunggal maupun
beberapa pembayaran secara berkala)
ü Kewajiban
Nonmoneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan jasa dengan jumlah dan
saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena timbul karena penerimaan
pembayaran di muka untuk barang dan jasa tersebut.
C.
Penilaian
Kalau pengukuran mengacu pada
penentuan nilai keharusan sekarang (the value of current obligation) pada saat
terjadinya, penilaian mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang pada
setiap saat antara terjadinya kewajiban sampai dilunasinya kewajiban. Makin
mendekati saat jatuh tempo, nilai kewajiban akan makin mendekati nilai nominal
(face value) kewajiban.
Ø Pelunasan
Pelunasan adalah tindakan atau upaya
yang sengaja dilakukan oleh kesatuan usaha untuk memenuhi (to satisfy)
kewajiban pada saatnya dan dalam kondisi normal usaha (in due course of
business) sehingga dia terbebas dari kewajiban tersebut. Pada mulanya FASB
menetukan kriteria lenyapnya suatu kewajiban dalam SFAC No. 76 (prg. 3) sebagai
berikut:
1. Debitor
membayar/melunasi kreditor dan bebas dari semua keharusan yang berkaitan dengan
utang.
2. Debitor
telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang (obligor)
utama baik oleh keputusan pengadilan maupun oleh kreditor dan dapat dipastikan
(probable) bahwa kreditor tidak akan diharuskan untuk melakukan pembayaran di
masa datang yang berkaitan dengan utang dengan penjaminan dalam bentuk apapun .
3. Debitor
menaruh kas atau aset lainnya yang tidak dapat ditarik kembali dalam suatu
perwalian (trust) yang semata-mata digunakan untuk pelunasan pembayaran bunga
serta pokok suatu pinjaman tertentu dan sangat kecil kemungkinan bagi debitor
untuk diharuskan lagi melakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan
pinjaman tersebut.
Ketentuan di atas telah diganti melalui SFAS No. 125
yaitu:
1. Debitor
membayar kreditor dan terbebaskan dari keharusan yang melekat pada kewajiban.
2. Debitor
telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang (obligor)
utama baik oleh keputusan pengadilan maupun oleh kreditor.
Ø Transfer
Aset Finansial
Untuk melunasi kewajiban, suatu
entitas dapat mentransfer aset finansial (termasuk kas), barang, atau jasa.
Pada umumnya, bila kewajiban telah dilunasi dengan mentransfer secara penuh
kas, barang, atau jasa ke debitor, maka pada saat itu pelunasan dianggap
tuntas. Debitor tidak lagi terlibat dengan aset atau kreditor secara finansial.
Pelunasan kewajiban dengan aset finansial juga dapat bersifat tuntas bila
penyerahan aset finansial bersifat takbersyarat dan dianggap sebagai penjualan.
Artinya, aset finansial dianggap dijual secara tunai dan kas yang diterima
seketika itu pula dianggap untuk melunasi kewajiban.
Ø Pelunasan
Sebelum Jatuh Tempo
Bila kewajiban dilunasi pada saat
jatuh tempo, nilai jatuh tempo (nominal) dengan sendirinya merefleksi nilai
sekarang (saat pelunasan) kewajiban sehingga tidak ada selisih antara jumlah
rupiah yang dibayar dan nilai nominal. Nilai jatuh tempo juga akan sama dengan
nilai buku atau nilai bawaan (carrying value) kewajiban karena proses
amortisasi selisih antara nominal dan nilai pasar pada saat penerbitan utang
(misalnya obligasi). Selama beredar, nilai pasar atau nilai sekarang kewajiban
berfluktuasi mengikuti tingkat bunga yang berlaku tetapi pada umumnya fluktuasi
tersebut tidak diakui dalam pembukuan debitor. Dengan kata lain, debitor tidak
mengakui adanya untung atau rugi fluktuasi harga. Oleh karena itu, bila utang
dilunasi sebelum jatuh tempo (APBO No. 26 menyebutnya sebagai early
extinguishment of debt), debitor harus menebus utang tersebut dengan harga
pasarnya sehingga dapat terjadi selisih antara nilai bawaan dan nilai
penebusan.
Ø Utang
Terkonversi
Instrumen finansial pada dasarnya
merupakan alat pembayaran atau penjaminan sehingga dapat digunakan oleh
pemegangnya untuk melunasi utang. Utang terkonversi atau konvertibel
(convertible debt) merupakan salah satu instrumen finansial tersebut. Sekuritas
utang semacam ini biasanya mempunyai status sebagai kewajiban dan ekuitas
sekaligus. Artinya, pemegang instrumen mempunyai hak istimewa untuk mengubah
status utang menjadi ekuitas setiap saat selama hak tersebut masih berlaku
(belum habis). Instrumen semacam ini merupakan salah satu bentuk dari apa yang
disebut sekuritas hibrida (hybrid securities).
Contoh yang paling sering dijumpai
dalam praktik adalah obligasi terkonversi (convertible bond). Obligasi
terkonversi pada umumnya diterbitkan untuk menarik para investor karena mereka
dapat menggeser risiko atau mengubah status sekuritas menjadi lebih
menguntungkan. Hak konversi digunakan untuk menarik investor untuk mengimbangi
tingkat bunga nominal yang terlalu rendah dibanding tingkat bunga umum. Oleh
karena itu, harga perdana biasanya jauh lebih tinggi dari obligasi biasa
(nonterkonversi/nonconvertible) dengan tingkat risiko (rating) yang sama.
Kelebihan ini dapat dipandang sebagai harga hak konversi yang setara dengan hak
opsi atau waran (options atau warrants) seandainya saham diterbitkan secara
terpisah.
Hendriksen dan van Breda (1991, hlm.
688) menunjukkan bahwa obligasi terkonversi biasanya mempunayai karakteristik
sebagai berikut:
1. Tingkat
bunga nominal jauh di bawah tingkat bunga pasar untuk obligasi biasa yang
setara.
2. Harga
konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar saham biasa.
3. Harga
konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali karena
penyesuaian yang diperlukan akibat pengambilan hak yang melekat pada saham
biasa seperti dalam hal terjadi pemecahan saham atau dividen saham.
Ø Penyajian
Secara umum, kewajiban disajikan
dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya sejalan dengan penyajian aset.
PSAK No. 1 (pasal 39) menggariskan bahwa aset lancar disajikan menurut
likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. Ini
berarti kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada kewajiban
jangka panjang. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca untuk mengevaluasi
likuiditas perusahaan. Dari segi urutan perlindungan dan jaminan (sequence of
protection), utang yang dijamin pada umumnya disajikan lebih dahulu untuk
menunjukkan bahwa dalam hal terjadi likuidasi utang ini harus dibayar lebih
dahulu. Juga, dari sudut urutan perlindungan, kewajiban disajikan lebih dahulu
daripada ekuitas.
PSAK No. 1 menentukan bahwa semua
kewajiban yang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek harus
diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Suatu kewajiban
diklasifikasi sebagai kewajiban jangka pendek bila:
1. Diperkirakan
akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan
2. Jatuh tempo
dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.
Ø Hak
Mengkompensasi
Telah disinggung sebelumnya bahwa
kewajiban tidak selayaknya disajikan di neraca dengan mengkompensasinya atau
mengkontraknya dengan aset yang dianggap berkaitan. Ada kalanya hak
mengkompensasi diperbolehkan bila kondisi tertentu dipenuhi. Kondisi ini
biasanya berkaitan dengan apa yang disebut sebagai kontrak bersyarat
(conditional contracts) dan kontrak pertukaran (exchange contracts).
Ø Kontrak
bersyarat
Kontrak bersyarat adalah kontrak
yang hak dan kewajibannya bergantung pada timbulnya kejadian masa datang
tertentu yang belum tertentu terjadi dan dapat mengubah saat (timing)
penerimaan, penyerahan, atau pertukaran jumlah rupiah atau instrumen keuangan.
Contoh kontrak semacam ini misalnya adalah futures contracts dan forward
purchase-sale contract. Kontrak pertukaran adalah kontrak yang mewajibkan
adanya pertukaran aset dan kewajiban di masa datang dan bukan hanya transfer
aset dari satu pihak saja. Contoh kontrak semacam ini misalnya adalah interest
rate swaps dan currency swaps. Hak mengkompensasi adalah hak yuridis debitor,
lantaran kontrak atau lainnya, untuk menghapus semua atau sebagian utang kepada
pihak lain dengan cara mengkompensasi utang tersebut dengan jumlah yang pihak
lain berutang kepada debitor. Hak mengkompensasi dikatakan ada bilamana semua
kondisi berikut dipenuhi:
1. Tiap pihak
dari dua pihak yang berkontrak utang kepada yang lain suatu jumlah rupiah
tertentu.
2. Pihak
pelapor (reporting party) mempunyai hak mengkompensasi jumlah yang diutangnya
dengan jumlah yang diutang pihak lain.
3. Pihak
pelapor memang berniat untuk mengkompensasi.
4. Hak
mengkompensasi terpaksakan secara hukum.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa
datang yang cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan
usaha untuk mentransfer aset atau menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan
lain di masa datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.
2.
Karakteristik kewajiban utama yaitu: (a) pengorbanan
manfaat ekonomik masa datang, (b) keharusan sekarang untuk mentransfer aset,
dan (c) timbul akibat transaksi masa lalu. Seperti aset, karakteristik (a)
merupakan kriteria utama dan lebih memuat aspek sematik sedangkan kriteria (b)
dan (c) lebih memuat aspek struktural pengakuan.
3.
Karakteristik Pendukung Kewajiban
a. Keharusan
membayar kas
b. Identitas
terbayar Jelas
c. Berkekuatan
Hukum
Daftar pustaka
www.google.com